Rabu, 19 Maret 2014

MEKANISME PELARIAN DIRI DAN DINAMIKA PSIKOLOGIS









MAKALAH
MEKANISME PELARIAN DIRI
DAN DINAMIKA PSIKOLOGIS

Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Kelompok
Mata Kuliah APTL (Analisis Pemahaman Tingkah Laku)
Dosen Pengampu Ibu Ervina P., M. Pd

Disusun Oleh Kelompok 1 (4B BK):
1.     Dwi Meliana Sari              (2010-31-084)
2.     Arini Fadhilah                            (2010-31-092)
3.     Azkia Izzuddin Noor                   (2010-31-097)
4.     Zaenuddin                         (2010-31-130)


 
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNVERSITAS MURIA KUDUS
2012


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalahMekanisme Pelarian Diri dan Dinamika Psikologi” tepat pada waktunya. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Analisis Pemahaman Tingkah Laku (APTL).
Makalah ini berisikan tentang mekanisme pelarian diri serta pembagiannya. Selain itu juga membahas tentang dinamika psikologis dan cakupannya.
Selesainya penyusunan makalah ini berkat bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak yang berperan serta dari awal sampai akhir. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis sampaikan terima kasih kepada:
1.      Ibu Ervina P., M. Pd selaku dosen pengampu mata kuliah Analisis Pemahaman Tingkah Laku (APTL).
2.      Teman-teman dari satu kelompok yaitu kelompok 1 yang telah bekerja sama dalam penyusunan makalah ini.
Dalam Laporan ini penulis mengakui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang penulis miliki sangat kurang. Oleh kerena itu penulis harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan laporan ini.
Akhir kata, Penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.

Kudus, 3 Maret 2012

Kelompok 1


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................................................
KATA PENGANTAR...............................................................................................................
DAFTAR ISI.............................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................
1.1.Latar Belakang.....................................................................................................................
1.2.Rumusan Masalah................................................................................................................
1.3.Tujuan...................................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................
2.1.Mekanisme Pelarian Diri................................................................................................
2.2.Dinamika Psikologis.......................................................................................................
2.2.1.      Dinamika Kepribadian.............................................................................................
2.2.2.      Dinamika Kelompok................................................................................................
BAB III PENUTUP..................................................................................................................
3.1. Kesimpulan..........................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................


BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Mekanisme pelarian diri dapat dikatakan sebagai suatu proses untuk keluar yang berbentuk positif dan negatif, yang berbentuk frustasi negatif adalah yang sangat tidak menguntungkan bagi diri sendiri, dan merugikan bagi orang-orang lain, yang positif juga sebaliknya. Setiap masalah pasti ada jalan keluar, selagi kita yakin dan percaya bahwa masalah tersebut dapat dihadapi. Banyak orang tidak mampu menghadapi masalah bahkan nyaris frustasi. Frustasi, inilah yang sering terjadi pada seseorang yang terkena masalah. Tapi jalan keluar dari hal tersebut ( frustasi ) orang selalu melampiaskan kepada hal yang negatif. Padahal suatu kebenaran menyatakan "Tuhan tidak pernah mencoba hambanya sampai melebihi kemampuannya”. Maka dari itu tidak perlu takut ketika menghadapi masalah, hadapilah dengan lapang sabar dan jangan pernah menyerah.
Setiap masalah pasti ada jalan keluar, selagi kita yakin dan percaya bahwa masalah tersebut dapat dihadapi. Banyak orang tidak mampu menghadapi masalah bahkan nyaris frustasi, dikarenakan iman yang dimiliki boleh dikatakan tingkat rendah. Tidak adanya keyakinan dalam diri ketika menghadapi masalah, merasa masalah yang dihadapi sangat besar, kurangnya keterbukaan terhadap orang lain "hanya menyimpan masalah dalam diri tanpa memberitahukan kepada orang lain bahkan nyaris enggan meminta solusi terhadap orang lain", nilai-nilai agama dalam diri yang sedikit bahkan nyaris tidak ada, sulit menerima masukan orang lain, kurangnya kontak komunikasi dengan Tuhan bahkan nyaris tidak ada hubungan intim dengan Tuhan (seperti melalui doa), kurangnya kedekatan dengan orang-orang disekeliling "terutama keluarga", faktor ekonomi,  faktor sosial, dan faktor lainnya, ini dapat menyebabkan seseorang menjadi pribadi yang lemah akan iman bahkan nyaris cenderung menjadi pribadi yang frustasi.

1.2. Rumusan Masalah
1.      Bagaimanakah mekanime pelarian diri itu?
2.      Apakah dinamika psikologis itu?
3.      Bagaimanakah pembagian dinamika psikologis?



1.3. Tujuan
1.      Untuk mengetahui bagaimanakah mekanime pelarian diri itu.
2.      Untuk mengetahui apakah dinamika psikologis itu
3.      Untuk mengetahui pembagian dinamika psikologis.








































BAB II
PEMBAHASAN

2.1.Mekanime Pelarian Diri (Escape Mechanism)
Bentuk-bentuk reaksi frustasi ada yang berbentuk positif dan negatif, bentuk frustasi negatif adalah yang sangat tidak menguntungkan bagi pribadi yang mengalami frustasi, dan merugikan bagi orang-orang lain.
Frustasi itu sendiri selalu mengandung dimensi ketegangan.  Dan usaha menyelesaikan/mengatasi frustasi itu selalu berupa: usaha meredusir atau mengurangi ketegangan-ketegangan tadi.
Bentuk-bentuk penyelesaian yang tidak riil, negative sifatnya dan tidak menguntungkan dengan cara melarikan diri dari setiap kesulitan yang dihadapi itu dikenal pula dengan istilah ESCAPE MECHANISM atau DEFENCE MECHANISM. Disebut sebagai defence mechanism atau mekanisme pembelaan diri, karena individu yang bersangkutan mencoba membela diri dari kelemahan dan kekerdilan sendiri dengan mengemukakan bermacam-macam dalih atau alasan. Bentuk-bentuk mekanisme pembelaan diri yang negative ini antara lain berupa:
1.      Agresi
Ialah kemarahan yang meluap-luap dan mengadakan penyerangan secara kasar dengan jalan yang tidak wajar. Sebagai contoh ialah tingkah laku yang suka mentiranisir orang lain, berlaku sewenang-wenang dan sadistis.
2.      Regresi
Ialah kembali pada pola reaksi yang primitive yang tidak adekwat. Poal reaksinya anatar lain berupa: menjerit-jerit, menangis, meraung-raung, membanting-bantingkan kaki, mengisap ibu jari, ngompol, berbicara gagap, merusak barang-baranag yang ada didekatnya karena maksudnya dihalangi atau menggunakan pola tingkah laku yang histeris lainnya.
3.      Fixatie (Fixation)
Fiksasi = pelekatan, pembatasan pada satu pola tingkah laku responsif yang tetap
Misalnya mereka selalu mempergunakan pola kejengkelan, berdiri kaku, membisu, memukul-mukul dada sendiri, minggat dari rumah, membentur-benturkan kepala, mengedor-gedorkan meja, membanting piring dan lain-lain.
4.      Pendesakan dan kompleks-kompleks terdesak
Pendesakan adalah berusaha menghilangkan dan menekan kebutuhan manusiawi biasnya dengan akibat yang tidak menguntungkan juga menekankan fikiran-fikran yang jahat, nafsu-nafsu hewani, perasaan-perasaanyang negative, dan harapan-harapan yang buruk.
Manusia itu tidak bisa membiarkan tanpa kendali nafsu-nafsunya, dorongan-dorongan, Iustprincipe (prinsip menyenagkan diri sendiri) dan das Es-nya (Freud) krena adanya larangan-larangan agama, kebudayaan dan adat istiidat yang memaksa, norma-norma dan hukum-hukum pelarangan tertentu dan harus ditaati oleh setiap orang.
5.      Rasionalisasi san Self-Justication (Pembenaran Diri)
Rasionalitas ialah cara untuk menolong diri sendiri secara tidak wajar, atau teknik pembenaran diri dengan membuat sesutau yang tidak menyenangkan menjadi yang menyenangkan atau memuaskan.
Misalnya seseorang yang gagal melakukan tugasnya akan berkata : “Tugas itu terlalu berat bagi diri saya yang masih amat muda ini”.
6.      Proyeksi
Ialah usaha melemparkan atau memproyeksikan fikiran dan harapan yang negatif, juga kelemahan dan sikap sendiri yang keliru, pada orang lain.
Sebagai contoh seseorang sangat iri hati terhadap kekayaan dan sukses tetangganya. Tapi pada setiap orang ia selalu berkata, bahwa tetangganya yang buruk hati, selalu cemburu dan iri hati pada dirinya.
7.      Sour Crape Tehnique (teknik anggur asam)
Merupakan usaha member atribut yang jelek atau negative pada objek yang tidak bisa dicapainya, sungguh pun objek tadi sangat diinginkannya.
8.      Sweet Orange Tehnique (Teknik Jeruk Manis)
Yaitu usaha memberikan atribut yang bagus unggul dan berlebih-lebihan pada satu kegagalan, kelemahan dan kekurangan sendiri.
Seorang yang gagal total dalam karir politik dan herus mengundurkan diri, memberikan alasan sebagai berikut: “inilah taktik diplomasi bertaraf tinggi: yaitu mundur untuk merebut kemenangan”.
Seorang yang bertabiat kasar dan kurang ajar, menyebut tingkah lakunya sebagai satu ”keterampilan”. Hidung yang melengkung buruk, disebutnya sebagai hidung garuda atau hidung bangsawan. Seorang yang memiliki intelegensi yang rendah akan berkata: “saya memiliki kecakapan praktis”.
9.      Identifikasi
Merupakan usaha mempersamakan diri sendiri dengan seseorang yang dianggap sukses dalam hidupnya.
Misalnya seorang pahlawan perang, atau seorang peofesor yang cemerlang. Bertujuan untuk memberikan kepuasan semu pada diri sendiri, dan didorong oleh ambisi untuk meningkatkan harga diri.
10.  Narsisme
Adalah paham yang menganggap diri sendiri sangat superior dan amt penting; ada exstreem self-inportancy. Jadi, menganggap diri sendiri sebagai paling pandai, paling ayu, paling hebat, paling berkuasa, paling bagus dan paling segalanya.
11.  Autisme
Adalah gejala menutup diri sendiri secara total, dan tidak mau berhubunganlagi dengan dunia luar. Sebab dunia luar dinilainya kotor, dan jaha, penuh kepalsuan; lagi pula mengandung banyak bahaya yang mengerikan.
            Sedangkan bentuk-bentuk pelarian diri yang positif adalah sebagai berikut:
1.         Mobilitas dan Penambahan Aktifitas
Misalnya karena mendapat rintangan dalam usahanya, maka terjadilah pemanggilan rangsangan untuk memperbesar energi, potensi, kapasitas, sarana, keuletan dan keberanian untuk mengatasi semua kesulitan. Dengan demikian, akan menjadi stimulus untuk memobilisir energy dan tenaga sampai mampu menghadapi setiap rintangan.
2.         Besinnung(berfikir secara mendalam disertai dengan wawasan jernih)
Setiap frustasi memang memberikan masalah, maka dari itu kejadian ini memaksa orang untuk melihat realitas dengan mengambil satu jarak untuk berfikir lebih objektif dan lebih mendalam agar dapat mencari alternative penyelesaian lain.
3.         Regignation(tawakal, pasrah pada Tuhan)
Menerima situasi atau kesulitan yang dihadapi dengan sikap yang rasional dan sikap yang ilmiah.
4.         Membuat dinamika nyata suatu kebutuhan
Kebutuhan-kebutuhan bisa hilang dengan sendirinya karena sudah tidak diperlukan oleh seseorang dan sudah tidak sesuai lagi dengan kecenderungan serta aspirasi pribadi.
5.         Kompensasi atau subsitusi dari tujuan
Kompensasi adalah usaha untuk mengimbangi kegagalan dan kekalahan dalam satu bidang, tapi sukses dan menang di bidang lainnya.


6.         Sublimasi
Sublimasi yaitu usaha untuk mengganti kecenderungan egoistic, nafsu seks animalistic, dorongan-dorongan biologis primitive dan aspirasi social yang tidak sehat dalam bentuk tingkah laku terpuji yang bisa diterima di masyarakat.
2.2.Dinamika Psikologis
Dinamika Psikologi merupakan pusat pelayanan konsultasi, terapi dan tes psikologi terpadu untuk anak-anak, remaja, dewasa dan keluarga serta perusahaan. Dinamika  mengandung arti bahwa setiap manusia memiliki kehidupan yang dinamis, selalu berubah dan berkembang setiap saat. Dinamika Psikologi membantu orang-orang yang membutuhkan bantuan untuk dapat menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya sehingga ia dapat berkembang ke arah yang lebih baik.
Visi Dinamika Psikologi : Menjadi pusat pelayanan psikologi terpadu yang profesional bagi Masyarakat
Misi Dinamika Psikologi :
1.      Memberikan penanganan terpadu untuk anak berkebutuhan khusus agar dapat mengoptimalkan kualitas hidupnya.
2.      Memberikan konsultasi terpadu untuk anak, remaja dan dewasa agar dapat menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya.
3.      Memberikan layanan psikologi untuk organisasi agar dapat mengoptimalkan produktivitas kerja dengan pemilihan sumber daya manusia yang tepat guna.
Subjek memiliki kapasitas dan efisiensi intelektual yang tinggi. Hal tersebut ditandai dengan kemampuan differensiasi dan organisasi yang baik, serta memiliki fungsi imajinasi, fantasi, kreativitas, kesadaran akan nilai-nilai, dan kemampuan empatik yang sangat baik. Kemudian didukung dengan pendekatan yang fleksibel dan latar belakang interpretasi yang luas, sehingga memungkinkan tercapainya taraf efisiensi fungsi intelektual yang tinggi. Namun, penggunaan kemampuan intelektualnya belum maksimal.
Subjek memliki kemampuan yang baik dalam berpikir abstrak teoretis dan juga memiliki integrasi yang baik, sehingga mampu dengan baik menghubungkan hal-hal yang abstrak dan yang teoretis. Subjek kadang tidak memperhatikan hal-hal yang menurutnya tidak cocok dengan keseluruhan konsepnya. Hal tersebut menandakan subjek berpegang teguh pada hal-hal yang sudah jelas dan praktis saja. Subjek mampu melihat suatu masalah melalui sudut pandang yang berbeda dan fleksibel, sehingga tidak hanya memperhatikan hal-hal umum tetapi juga hal-hal lain yang tidak biasa. Namun, hal tersebut hanya dilakukan untuk memperkaya pengetahuan, bukan untuk dijadikan pegangan.
Subjek termasuk tipe orang yang sangat mengembangkan fungsi imajinalnya, baik dalam arti fantasi, long-range goals, atau kesadaran akan impuls-impuls yang ada, sementara dia menjadi kurang responsif dan kurang terlibat dengan dunia luar. Selain itu, subjek juga masih memiliki potensi untuk berkembang menjadi pribadi yang introvert. Dengan demikian, maka subjek akan cenderung mengamati segala hal melalui sudut pandang sesuai dengan keinginannya dan kebutuhannya, sehingga kecenderungan untuk bersikap subjektif cukup tinggi.
Subjek menyadari sejauh mana kemampuannya, sehingga selalu menetapkan target sesuai dengan ukuran kemampuannya dan menggunakan potensi-potensi yang dimiliki untuk mencapai target tersebut.
Subjek tergolong pribadi yang impulsif, sehingga seringkali lebih mementingkan pemuasan kebutuhan secara cepat daripada target jangka panjang. Namun, Subjek memiliki integrasi nilai-nilai yang baik sehingga mampu mengontrol diri untuk tetap stabil dan peka terhadap situasi.
Subjek memiliki kebutuhan afeksi namun kebutuhan tersebut ditekan, disangkal, atau tidak disadari oleh Subjek sehingga Subjek sendiri kurang terlibat dalam hubungan interpersonal dengan lingkungan sekitarnya. Dengan demikian Subjek terlihat tertutup dan sangat berhati-hati dalam hubungan sosial. Hal tersebut kemungkinan besar disebabkan oleh pengalaman traumatis yang pernah dialami Subjek.
Subjek tidak mengalami gangguan emosional yang berarti. Subjek tetap responsif terhadap impuls emosional dari lingkungan sekitarnya, hanya saja Subjek memilih untuk tidak menunjukkannya dan tetap membatasi diri untuk tidak terlibat lebih jauh dengan situasi emosional di sekitarnya. Dengan demikian Subjek selalu tampak netral dan cenderung dingin dalam segala situasi.
Subjek memiliki kontrol diri yang baik dalam menghadapi impact emosional dengan cara menahan diri atau menunda respon untuk impact tersebut. Inner control tersebut dilakukan Subjek dengan mengerahkan inner resources-nya untuk menahan diri supaya tidak terbawa situasi.
Subjek tetap memiliki socially skilled expression, hanya saja Subjek memilih untuk seminimal mungkin terlibat secara riil. Subjek sangat jarang mengekspresikan emosinya dan cenderung menjaga jarak. Hal tersebut sengaja dilakukan untuk membatasi diri dan mengontrol situasi sekitar.
Secara keseluruhan, Subjek memiliki kontrol diri yang memadai, baik dari dalam maupun dari luar. Pembatasan yang dilakukan Subjek membantunya dalam proses penyesuaian diri, yang memungkinkan Subjek bertindak secara impersonal dan efektif dalam situasi-situasi rutin. Dengan demikian stabilitas diri dapat terjaga.
Subjek tidak memiliki gangguan kecemasan dan berada pada taraf secure sehingga mampu menyesuaikan diri dengan baik. Selain itu, Subjek memiliki pendekatan yang fleksibel, luasnya latar belakang interest, dan kematangan diri juga mendukung kemampuan penyesuaian diri yang baik.
Subjek memiliki imajinasi yang aktif yang merupakan bentuk potensi kreatif dalam dirinya. Potensi kreativitas tersebut dapat dikembangkan dan dimanfaatkan di berbagai kesempatan, baik untuk menyelesaikan masalah/konflik maupun untuk pembinaan hubungan sosial yang baik dengan orang-orang di sekitarnya.
2.3. Pembagian Dinamika Psikologi
2.2.1. Dinamika Kepribadian
Dollard dan Miller sangat eksplisit dalam mendefinisikan sifat motifasi, dan mereka menguraikan secara rinci perkembangan dan perluasan motif-motif, akan tetapi mereka tidak tertarik pada taksonomi dan klasifikasi. Malahan mereka telah berfokus pada motif-motif penting tertentu, seperti kecemasan. Dalam analisis mereka mengenai motif-motif ini, mereka berusaha menjelaskan proses umum yang berlaku untuk semua motif. (calvin & Gardner, 1993:221)
Pengaruh dorongan-dorongan pada subyek manusia dibuat rumit oleh munculnya sejumlah besar dorongan baru hasil penurunan ataupun pemerolehan. Selama proses pertumbuhan, masing-masing individu mengembangkan sejumlah besar dorongan sekunder yang tugasnya membangkitkan tingkah laku. “dorongan-dorongan yang dipelajari ini diperoleh dari dorogan-dorongan primer, merupakan perluasan dorongan-dorongan tersebut, dan merupakan bentuk atau rupa luar dibalik mana tersembunyi fungsi-fungsi dorongan-dorongan bawaan yang mendasarinya”.(1950, hlm. 31-32).
Dalam masyarakat modern, stimulasi dorongan sekunder umumnya telah menggantikan fungsi asli stimulasi dorongan primer. Dorongan-dorongan yang diperoleh, seperti kecemasan, rasa malu, dan keinginan untuk menyenangkan orang lain, mendorong sebagian terbesar perbuatan kita. Implikasinya, peranan dorongan-dorongan primer dalam kebanyakan hal tidak lagi bisa di observasi dalam situasi biasa pada seorang dewasa yang memasyarakat. Hanya dalam proses perkembangan, atau pada masa-masa krisis (gagal mengikuti cara-cara adaptasi yang ditentukan oleh kebudayaan) orang dapat mengamati dengan jelas bekerjanya dorongan-dorongan primer tersebut.
Kiranya juga jelas bahwa kebanyakan perkuatan dalam kehidupan sehari-hari subyek manusia tidak berupa hadiah-hadiah primer, melainkan berupa peristiwa-peristiwa yang mulanya netral namun kemudian memiliki nilai hadiah karena terus-menerus dialami bersamaan dengan kekuatan primer. Senyuman seorang ibu, misalnya, menjadi suatu hadiah yang diperoleh atau hadiah sekunder yang sangat berpengaruh bagi bayi karena terus-menerus yang diasosiasikan dengan pemberian makan, popok, dan bentuk-bentuk tindakan pemeliharaan lain yang sifatnya mendatangkan rasa nikmat atau menghilangkan ketaknyamanan fisik. Hadiah-hadih sekunder sering dengan sendirinya mampu memperkuat tingkah laku. Akan tetapi kapsitasnya untuk memperkuat bukan tak terbatas, kecuali jika hadiah-hadiah sekunder tersebut kadang-kadang tetap tejadi bersamaan dengan perbuatan primer. Pertanyaan tentang proses terjadinya perubahan-perubahan ini mengantar kita pada persoalan yang lebih luas tentang perkembangan kepribadian. (calvin & Gardner, 1993:222)

2.2.2. Dinamika Kelompok
2.2.2.1.Definisi Dinamika Kelompok
Pengertian dinamika kelompok dapat diartikan melalui asal katanya, yaitu dinamika dan kelompok.
Dinamika adalah sesuatu yang mengandung arti tenaga kekuatan, selalu bergerak, berkembang dan dapat menyesuaikan diri secara memadai terhadap keadaan. Dinamika juga berarti adanya interaksi dan interdependensi antara anggota kelompok dengan kelompok secara keseluruhan. Keadaan ini dapat terjadi karena selama ada kelompok, semangat kelompok (group spirit) terus-menerus ada dalam kelompok itu, oleh karena itu kelompok tersebut bersifat dinamis, artinya setiap saat kelompok yang bersangkutan dapat berubah.
Sedangkan kelompok adalah kumpulan orang-orang yang merupakan kesatuan sosial yang mengadakan interaksi yang intensif dan mempunyai tujuan bersama. Menurut W.H.Y. Sprott mendefinisikan kelompok sebagai beberapa orang yang bergaul satu dengan yang lain. H. Smith menguraikan bahwa kelompok adalah suatu unit yang terdapat beberapa individu, yang mempunyai kemampuan untuk berbuat dengan kesatuannya dengan cara dan dasar kesatuan persepsi. Interaksi antar anggota kelompok dapat menimbulkan kerja sama apabila masing-masing anggota kelompok :
v Mengerti akan tujuan yang dibebankan di dalam kelompok tersebut.
v Adanya saling menghomati di antara anggota-anggotanya.
v Adanya saling menghargai pendapat anggota lain.
v Adanya saling keterbukaan, toleransi dan kejujuran di antara anggota kelompok.

Menurut Reitz (1977) kelompok mempunyai karakteristik sebagai berikut:
v  Terdiri dari dua orang atau lebih.
v  Berinteraksi satu sama lain.
v  Saling membagi beberapa tujuan yang sama.
v  Melihat dirinya sebagai suatu kelompok.
Kesimpulan dari berbagai pendapat ahli tentang pengertian kelompok adalah kelompok tidak terlepas dari elemen keberadaan dua orang atau lebih yang melakukan interaksi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama.
Jadi dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa dinamika kelompok  merupakan suatu kelompok yang terdiri dari dua atau lebih individu yang memiliki hubungan psikologi secara jelas antara anggota satu dengan yang lain yang dapat berlangsung dalam situasi yang dialami secara bersama.  Dinamika kelompok juga dapat didefinisikan sebagai konsep yang menggambarkan proses kelompok yang selalu bergerak, berkembang dan dapat menyesuaikan diri dengan keadaan yang selalu berubah-ubah.





2.2.2.2. Ciri-ciri Kelompok
Soetarno (1994:31-34) dalam buku Psikologi Sosial mengutip hasil penelitian para ahli sosiologi dan ahli psikologi sosial yang menunjukkan bahwa kelompok sosial mempunyai ciri-ciri tertentu, yaitu:

1.      Adanya motif yang sama
Kelompok sosial terbentuk karena anggota-anggotanya memepunyai motif yang sama. Motif yang sama ini merupakan pengikat sehingga setiap anggota kelompok tidak bekerja sendiri-sendiri.
2.      Adanya sikap In-Group dan Out Group
Sikap menolak ytang ditunjukkan oleh kelompok disebut sikap Out Group atau sikap terhadap “orang tua”. Kelompok manusia itu menunjukkan orang luar untuk membuktikan kesediaannya berkorban bersama dan kesetiakawanannya, baru kemudian menerima orang itu dalam segala kegiatan kelompok. Sikap menerima itu disebut In Group atau sikap terhadap “orang dalam”.
3.      Adanya Solidaritas
Solidaritas adalah kesetiakawanan antar anggota kelompok sosial. Terdapatnya solidaritas yang tinggi didalam kelompok tergantung kepada kepercayaan setiap anggota akan kemampuan anggota lain untuk melaksanakan tugas-tugas dengan baik.
4.      Adanya Struktur Kelompok
Struktur Kelompok adalah suatu sistem mengenai relasi antara anggota-anggota kelompok berdasarkan peranan dan status mereka serta sumbangan masing-masing dalam interaksi kelompok untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Didalam struktur kelompok kita jumpai:
a.       Susunan kedudukan fungsional: susunan berdasarkan tugas anggota-anggota kelompok dalam kerjasama mencapai tujuan.
b.      Susunan hiwrarkis antara anggota kelompok dengan harapan tugas dan kewajiban yang diserahkan kepada anggota-anggota itu dapat diselesaikan dengan wajar.
5.      Adanya Norma Kelompok
Norma-norma kelompok disini adalah pedoman-pedoman yang mengatur tingkah laku individu dalam suatu kelompok.
Pada kelompok resmi, norma tingkah laku ini biasanya sudah tercantum dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) bahkan norma tingkah laku anggota masyarakat suatu negara telah tertulis dalam undang-undang.
Untuk bisa mengetahui norma kelompok yang tidak tertulis, Sherif menggambarkan tiga cara yaitu:
a.       Dengan mengamati tingkah laku yang sama pada setip individu anggota kelompok.
b.      Dengan eksperimen atau percobaan lalu menarik kesimpulan
c.       Dengan mengamati sistem penghargaan dan sanksi.

2.2.2.3. Fungsi dan Tujuan Dinamika Kelompok
Fungsi dari dinamika kelompok itu antara lain:
1.      Membentuk kerjasama saling menguntungkan dalam mengatasi persoalan hidup. (Bagaimanapun manusia tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain.)
2.      Memudahkan segala pekerjaan. (Banyak pekerjaan yang tidak dapat dilaksanakan tanpa bantuan orang lain)
3.      Mengatasi pekerjaan yang membutuhkan pemecahan masalah dan mengurangi beban pekerjaan yang terlalu besar sehingga seleseai lebih cepat, efektif dan efesian. (pekerjaan besar dibagi-bagi sesuai bagian kelompoknya masing-masing / sesuai keahlian)
4.      Menciptakan iklim demokratis dalam kehidupan masyarakat
(setiap individu bisa memberikan masukan dan berinteraksi dan memiliki peran yang sama dalam masyarakat)
. (Hidayat, 2004)
Dinamika kelompok mempunyai beberapa tujuan, antara lain:
1)      7Membangkitkan kepekaan diri seorang anggota kelompok terhadap anggota kelompok lain, sehingga dapat menimbulkan rasa saling menghargai.
2)      Menimbulkan rasa solidaritas anggota sehingga dapat saling menghormati dan saling menghargai pendapat orang lain.
3)      Menciptakan komunikasi yang terbuka terhadap sesama anggota kelompok.
4)      Menimbulkan adanya i’tikad yang baik diantara sesama anggota kelompok.
Proses dinamika kelompok mulai dari individu sebagai pribadi yang masuk ke dalam kelompok dengan latar belakang yang berbeda-beda, belum mengenal antar individu yang ada dalam kelompok. Mereka membeku seperti es. Individu yang bersangkutan akan berusaha untuk mengenal individu yang lain. Es yang membeku lama-kelamaan mulai mencair, proses ini disebut sebagai “ice breaking”. Setelah saling mengenal, dimulailah berbagai diskusi kelompok, yang kadang diskusi bisa sampai memanas, proses ini disebut ”storming”. Storming akan membawa perubahan pada sikap dan perilaku individu, pada proses ini individu mengalami ”forming”. Dalam setiap kelompok harus ada aturan main yang disepakati bersama oleh semua anggota kelompok dan pengatur perilaku semua anggota kelompok, proses ini disebut ”norming”. Berdasarkan aturan inilah individu dan kelompok melakukan berbagai kegiatan, proses ini disebut ”performing”. Secara singkat proses dinamika kelompok dapat dilihat pada gambar berikut:


 






Alasan pentingnya dinamika kelompok:
·      Individu tidak mungkin hidup sendiri di dalam masyarakat.
·      Individu tidak dapat bekerja sendiri dalam memenuhi kehidupannya.
·      Dalam masyarakat yang besar, perlu adanya pembagian kerja agar pekerjaan dapat terlaksana dengan baik.
·      Masyarakat yang demokratis dapat berjalan baik apabila lembaga sosial dapat bekerja dengan efektif.
2.2.2.4. Unsur-Unsur Dinamika Kelompok
·         Tujuan kelompok
Tujuan kelompok biasanya dirumuskan sebagai perpaduan dari tujuan-tujuan individual  dan tujuan-tujuan semua anggota kelompok (Carolina Nitimiharjo dan Jusman  Iskandar;1993:43).
Selanjutnya Johnson  dan Johnson menjelaskan bahwa suatu tujuan kelompok yang efektif harus memiliki aspek-aspek sebagai berikut :
a.       Tujuan tersebut dapat didefinisikan secara operasional, dapat diukur, dan diamati.
b.      Tujuan tersebut mempunyai makna bagi anggota kelompok, relevan, realistic, dapat diterima, dan dapat dicapai.
c.       Anggota-anggota kelompok mempunyai orientasi terhadap tujuan yang telah ditetapkan.
d.      Adanya keseimbangan tugas-tugas dan aktivitas-aktivitas dalam mencapai tujuan individu dan tujuan kelompok.
e.       Terjadinya konflk yang berkaitan dengan tujuan dan tugas-tugas kelompok dapat diselesaikan dengan baik.
f.       Tujuan tersebut bersifat menarik dan menantang serta mempunyai risiko kegagalan yang kecil dalam mencapainya.
g.      Tercapainya tingkat koordinasi di antara anggota-anggota.
h.      Tersedianya sumber-sumber yang diperlukan untuk melaksanakan tugas-tugas dan tujuan-tujuan kelompok.
i.        Adanya kemudahan untuk menjelaskan dan mengubah tujuan kelompok.
j.        Berapa lama waktu yang diperlukan oleh suatu kelompok untuk mencapai tujuan kelompok  (Carolina Nitimihardjo dan Jusman Iskandar,1993:43-44).
·         Kekompakan kelompok
Cartwright dan Zander merumuskan pengertian kekompakan kelompok sebagai hasil dari semua tindakan yang memperkuat anggota kelompok untuk tetap tinggal (berada) dalam kelompok.
Sementara itu, Ivancevich menjelaskan enam factor yang dapat meningkatkan kekompakan kelompok, yaitu :
a.       Kesepakatan anggota terhadap tujuan kelompok.
b.      Tingkat keseringan berinteraksi,
c.       Adanya keterkaitan pribadi,
d.      Adanya persaingan antar kelompok,
e.       Adanya evaluasi yang menyenangkan, dan
f.       Adanya perlakuan antar anggota dalam kelompok sebagai manusia bukan sebagai mesin. (Carolina Nitimihardjo dan Jusman Iskandar,1993:50)
·         Struktur kelompok
Shaw, mengemukakan bahwa struktur kelompok adalah pola-pola hubungan diantara berbagai posisi dalam suatu susunan kelompok. Menurut Cartwright dan Zander, faktor-faktor yang menentukan struktur suatu kelompok dapat diklasifikasikan dalam tiga kategori besar, yaitu:
a.       Keperluan-keperluan untuk efisiensi pekerjaan kelompok.
b.      Kemampuan-kemampuan dan motivasi para anggota kelompok.
c.       Lingkungan social dan fisik suatu kelompok.
·         Fungsi tugas kelompok
Cartwright dan Zander (1968) mengklasifikasi fungsi tugas kelompok ke dalam enam hal, yaitu :
a.       Koordinasi, berfungsi sebagai koordinasi untuk menjebatani kesenjangan antara anggota.
b.      Informasi, berfungsi memberikan informasi kepada masing-masing anggota.
c.       Prakarsa, berfungsi menumbuhkan dan mengembangkan prakarsa anggota.
d.      Penyebaran, berfungsi menyebarkan hal-hal yang dilakukan kelompok kepada masyarakat atau lingkungannya.
e.       Kepuasan, berfungsi untuk memberikan kepuasaan kepada anggota.
f.       Kejelasan, berfungsi menciptakan kejelasan kepada anggota, seperti tujuan dan kebutuhan-kebutuhan anggota.
·         Pengembangan dan pemeliharaan kelompok
Pengembangan dan pemeliharaan kelompok adalah berkaitan dengan “apa yang harus ada” dalam kelompok. Segala” apa yang harus ada” dalam kelompok, antara lain :
a.       Pembagian tugas yang jelas.
b.      Kegiatan yang terus-menerus dan teratur.
c.       Ketersediaan fasilitas yang mendukung dan memadai.
d.      Peningkatan partisipasi anggota kelompok.
e.       Adanya jalinan komunikasi antar anggota kelompok.
f.       Adanya pengawasan dan pengendalian kegiatan kelompok.
g.      Timbulnya norma-norma kelompok.
h.      Adanya proses sosialisasi kelompok.
i.        Kegiatan untuk menambah anggota baru dan mempertahankan anggota yang lama.
·         Suasana Kelompok
Suasana kelompok adalah suasana yang terdapat dalam suatu kelompok, sebagai hasil dari berlangsungnya hubungan-hubungan interpersonal atau hubungan antar anggota kelompok. Dengan demikian, suasana atau iklim kelompok mengacu pada ciri-ciri khas interaksi anggota dalam kelompok.
Barnlund dan Haiman, yang dikutip Goldberg dan Larson mengatakan bahwa suasana/iklim dalam suatu kelompok mencerminkan sistem norma kelompok tersebut. Mereka juga mengungkapkan bahwa beberapa kelompok, mungkin mempunyai iklim kelompok yang sangat kooperatif, sedangkan kelompok lain mungkin sangat kompetitif.

·         Efektivitas kelompok
Kelompok yang efektif mempunyai tiga aktivitas dasar, yaitu :
a.       Aktivitas pencapaian tujuan,
b.      Aktivitas memelihara kelompok secara internal,
c.       Aktivitas mengubah dan mengembangkan cara meningkatkan keefektifan kelompok (Carolina Nitimihardjo dan Jusman Iskandar, 1993:3).
Interaksi anggota kelompok yang memperlihatkan aktivitas dengan mengintegrasikan ketiga macam aktivitas dasar tersebut adalah mencerminkan bahwa kelompok tersebut dapat dikategorikan sebagai kelompok yang berhasil atau efektif.
Sedangkan menurut Crech dan Crutchfield, kelompok menjadi efektif apabila :
a)      Merupakan suatu saluran pemenuhan kebutuhan afiliasi, yaitu kebutuhan berkawan, dukungan, dan cinta kasih.
b)      Merupakan suatu sarana mengembangkan, memperkaya, serta memantapkan rasa harga diri dan identitasnya.
c)      Merupakan sarana pencarian kepastian dan pengetes kenyataan kehidupan social.
d)     Merupakan sarana memperkuat perasaan aman tentram dan kekuasaan atas kemampuan dalam menghadapi musuh dan ancaman yang sama secara bersama.
e)      Merupaka sarana dimana suatu  tugas kerja dapat diselesaikan anggota yang menerima beban tanggung jawab, seperti tugas pemberian informasi, membantu teman yang sakit atau yang lainnya (Santosa, 1992:55).
·         Tekanan kelompok
Tekanan kelompok (group pressure) merupakan tekanan atau desakan yang berasal dari kelompok itu sendiri. Kemudian pressure group mengacu pada tekanan atau desakan yang berasal dari luar kelompok atau adanya kelompok tandingan berupa desakan-desakan kelompok lain terhadap suatu kelompok.
·         Maksud terselubung
Maksud terselubung (hidden agendas) adalah suatu tujuan anggota kelompok yang terselubung atau ditutup-tutupi atau sengaja tidak diberitahukan kepada anggota-anggota kelompok lainnya, dalam melakukan suatu aktivitas tertentu dalam kelompok, karena tujuan sebenarnya dari anggota kelompok tersebut berlawanan dan bertentangan dengan tujuan kelompok yang telah disepakati bersama.

·          
BAB III
PENUTUP
3.1.  Kesimpulan
Mekanisme pelarian diri diakibatkan dari frustasi itu sendiri selalu mengandung dimensi ketegangan.  Dan usaha menyelesaikan/mengatasi frustasi itu selalu berupa: usaha meredusir atau mengurangi ketegangan-ketegangan tadi. Mekanisme pelarian diri dibagi menjadi dua, yaitu negatif dan positif.
Dinamika psikologis adalah pusat pelayanan konsultasi, terapi dan tes psikologi terpadu untuk anak-anak, remaja, dewasa dan keluarga serta perusahaan. Dan dinamika psikologis mencakup dinamika kelompok serta dinamika kepribadian.

3.2.  Saran
Di dalam analisis pemahaman tingkah laku, peran konselor dalam mekanisme pelarian diri dan dinamika psikologis, seyogyanya konselor memahami mekanisme pelarian diri dan dinamika psikologis sehingga konselor tersebut bisa menyelesaikan masalah yang dihadapi konseli tersebut.

























DAFTAR PUSTAKA

Hall, Calvin S. dan Gardner Lindzey.1993.Teori-Teori Sifat dan Behavioristik.Yogyakarta:IKAPI
Huraerah, Abu.2006.Dinamika Kelompok Konsep dan Aplikasi.Bandung:PT Refika Aditama.
Kartono, Kartini.1983.Mental Hygiene (Kesehatan Mental).Bandung:Alumni/1983.
http://dinamikapsikologi.com/?page_id=224/ diunduh Tanggal 3 Maret 2012


Tidak ada komentar:

Posting Komentar